Senin, 27 Agustus 2012

Sulit Tidur (Insomnia) Bukan Problem Biasa


Sulit tidur adalah kondisi yang banyak dialami oleh pasien yang berkunjung ke saya di dalam praktek sehari-hari. Kesulitan tidur ini biasanya tidak dialami dalam waktu yang singkat tetapi sudah berlangsung lama. Pasien juga sudah menggunakan obat anti insomnia yang kemudian menjadi tidak nyaman karena sering kali menjadi tergantung dan sulit lepas. Rata-rata pasien yang datang ke saya adalah pasien dengan kesulitan tidur yang kronis.

Wanita,67 tahun, sudah dua tahun belakangan ini menggunakan Esilgan 2mg (Estazolam) untuk membantunya tidur. Pasien mengatakan sebelumnya sudah menggunakan Xanax 0.5mg-1mg untuk membantunya tidur tetapi kemudian diganti oleh dokter keluarganya dengan Esilgan. Kondisi kecemasan akut dan kronis disangkal oleh pasien,pasien mengatakan kondisi sulit tidurnya memang suka terjadi di saat muda dan sering hilang timbul. Pada usia di atas 60 tahunan ini pasien merasa keluhan sulit tidur semakin bertambah sering datang. Pasien mengatakan dia datang berkonsultasi karena efek obat esilgan-nya tidak efektif lagi. Pasien membutuhkan dosis yang lebih besar agar cepat tidur. Pada pemeriksaan status mental didapatkan kondisi kesehatan jiwa yang sesuai dengan usia pasien, tidak ada penurunan fungsi kognitif, gejala depresi dan cemas saat ini tidak tampak nyata. Pengobatan akhirnya diberikan kepada pasien untuk memperbaiki pola tidurnya tersebut dengan bantuan obat antidepresan yang bekerja di reseptor serotonin dan melatonin (M1 dan M2) serta diberikan anti insomnia non-benzodiazepin. Dua minggu kemudian pasien kontrol dan mengatakan bisa melepaskan dari Esilgannya. Pasien sering merasa nyaman dengan obat yang dimakan saat ini, rencana akan melepaskan obat dalam jangka waktu 1-3 bulan tergantung kondisi pasien.

Kesulitan tidur adalah gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh manusia. Hampir semua dari kita pernah mengalami insomnia minimal sekali dalam kehidupannya. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap insomnia dan pada prakteknya di praktek psikiatri sehari-hari, kebanyakan hal tersebut disebabkan oleh gangguan kejiwaan. Beberapa hal yang sering berhubungan dengan insomnia adalah :

A. Penyakit Fisik
Beberapa penyakit fisik seperti diabetes melitus (penyakit gula), penyakit pembesaran prostat, penyakit infeksi paru-paru yang menyebabkan gangguan pernapasan, penyakit non-infeksi paru-paru yang menyebabkan gangguan pernapasan seperti asma bronkiale, nyeri pada kondisi medis umum (akibat luka operasi, luka trauma karena kecelakaan, kanker, penyakit peradangan menahun yang menyebabkan nyeri),pasca stroke, gangguan jalan napas berhubungan dengan kelainan anatomi atau infeksi di Telinga Hidung Tenggorokan.

B. Penyakit Jiwa
Hampir semua kondisi gangguan kejiwaan bisa mengalami kesulitan tidur. Gangguan cemas, depresi, skizofrenia, gangguan waham, gangguan somatoform, gangguan penyalahgunaan zat narkotika dan gangguan lainnya bisa menyebabkan kondisi kesulitan tidur. Pada praktek sehari-hari di klinik psikiatri, pasien dengan kesulitan tidur paling banyak adalah dari kalangan pasien dengan gangguan jiwa ini.

C.  Kebiasaan
Tidur adalah sesuatu yang mengikuti pola perilaku manusia. Maka tidur bisa dikondisikan. Pasien perlu mempunyai kebiasaan tidur yang baik terutama dalam pengaturan waktu tidur. Usahakan tidur jika sudah mengantuk dan tidur tidak lebih dari tengah malam.

D.  Usia
Usia semakin lanjut biasanya akan berhubungan dengan semakin meningkatnya angka kejadian insomnia.

PENATALAKSANAAN
Tidur seharusnya dicapai dalam keadaan normal. Pasien dengan gangguan tidur perlu mendapatkan pengobatan dengan tujuan memperbaiki fungsi tidur normalnya. Jadi tujuan pengobatan bukan untuk membantu pasien tidur dengan memberikan obat-obatan untuk tidur, tetapi obat bertujuan untuk memperbaiki fungsi tidurnya agar tidur tanpa obat atau tidur normal tercapai.
Pada awal-awal terapi, pasien terkadang harus menggunakan obat apalagi jika insomnianya bukan merupakan masalah primer melainkan sekunder akibat kondisi gangguan jiwa lainnya. Untuk itu dasarnya harus diperbaiki dulu sehingga kondisi insomnianya tidak berulang. Kalau hanya menggunakan obat untuk membantu tidur tanpa menggunakan obat untuk mengobati dasar penyakitnya maka akan percuma.
Selain itu pengobatan non-farmakologis (bukan dengan obat) diperlukan. Biasanya hal ini berhubungan dengan kebiasaan tidur dan makanan serta kegiatan yang berhubungan dengan tidur. Modifikasi gaya hidup sering diperlukan agar membantu proses tidur yang baik.
Semoga bahasan singkat ini bisa membantu. Salam Sehat Jiwa

Sabtu, 21 Mei 2011

Gangguan Psikosomatik

Anthony eksekutif muda berusia 34 tahun itu sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin.Anthony juga sering merasa dadanya sesak bila bernapas.

Anthony bercerita bahwa ia pernah berobat di bagian penyakit dalam dan telah dilakukan beberapa tes bahkan sampai melakukan CT-Scan dan MRI namun dinyatakan hasilnya semua dalam batas normal. Anthony tentunya tidak percaya hal tersebut karena dia merasa ada yang tidak beres dengan dirinya. Teman-temannya mengatakan mungkin dia stres dengan pekerjaan, tapi Anthony selalu menyangkal hal itu.

Oleh sejawat dokter ahli penyakit dalam, Anthony disarankan untuk datang ke psikiater khususnya yang bergerak di bidang psikosomatik karena mungkin ada problem psikis yang melatarbelakangi keluhannya. Anthony sempat kesal karena saran itu, dia berkata ”Memangnya saya gila Dok?!”. Hal itu dikarenakan dia merasa kehidupannya baik-baik saja. Bilapun ada masalah, Anthony memang cenderung lebih menyimpannya sendiri dan tidak pernah membicarakan dengan orang lain bahkan dengan istrinya sekalipun. ”Saya memang biasa menyimpan apapun kekesalan dan kemarahan saya sendiri” ujarnya kepada dokter penyakit dalamnya.

Keluhan Psikosomatik

Kasus seperti di atas sebenarnya sering ditemukan di praktek dokter umum dan spesialis. Pasien dengan keluhan fisik yang sangat banyak dan sering berganti-ganti setiap minggunya, biasanya datang pertama kali ke tempat praktek dokter umum atau dokter spesialis penyakit dalam.

Dokter biasanya akan memeriksa fisik pasien dengan keluhan seperti ini dan menyarankan beberapa tes penunjang. Tapi hampir tidak pernah ditemukan kelainan fisik yang mendasari keluhannya. Begitu juga dengan hasil tes penunjang seperti laboratorium, radiologi ( rontgen, CT-Scan atau MRI ), atau bahkan sampai endoskopi, tidak ditemukan kelainan pada pasien.

Bila sudah begini biasanya dokter umum atau spesialis lain akan merujuk pasien dengan keluhan seperti ini untuk datang ke psikiatersupaya dapat dilakukan evaluasi lebih lanjut. Namun tentunya tidak mudah meminta pasien untuk menuruti saran ini. Beberapa di antaranya malah merasa bahwa dokternya tidak mampu mengobati dirinya. Selanjutnya pasien akan mencari dokter lain untuk mencoba mengobati ”penyakitnya” ini. Tidak heran pasien biasanya memiliki rekam medik yang sangat tebal dan mempunyai beberapa dokter sekaligus.

Gangguan Kejiwaan

Dalam bidang kesehatan jiwa, gangguan psikosomatik sebenarnya termasuk dalam bagian gangguan somatoform . Gangguan ini ditandai dengan adanya suatu keluhan fisik yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali dilakukan dan hasilnya normal. Setidaknya pun ada gangguan fisik maka gangguan tersebut berbeda atau tidak dapat menjelaskan keluhan yang dikemukakan pasien.

Biasanya gejala ini ada hubungannya dengan konflik dan perkembangan psikologis dari pasien, namun pasien biasanya menolak gagasan adanya hubungan antara penyakit yang diderita dengan problem atau konflik kehidupannya. Bahkan bila ditemukan adanya tanda depresi atau kecemasan pada pasien, pasien tetap menolak adanya hubungan tersebut.

Gangguan ini juga sering ditimbulkan pada pasien dengan gangguan kecemasan yang sangat seperti pada gangguan panik. Gejala jantung berdebar sangat sering dikeluhkan oleh pasien gangguan panik. Selain itu juga sering mengalami sesak napas. Kondisi ini juga meresahkan pasien karena ketika diperiksa ternyata tdak terdapat kelainan dalam organ tubuh pasien.

Apa Yang Harus Dilakukan ?

Pasien atau keluarga pasien yang mengalami hal ini dapat segera datang untuk bertemu dengan psikiater. Penjelasan tentang bagaimana mekanisme stres berpengaruh ke fungsi tubuh akan membantu pasien dalam memahami gangguan Psikosomatik yang dideritanya saat ini. Walaupun dalam pemeriksaan klinis dan penunjang tidak didapatkan keluhan, pasien dengan keluhan ini mengalami suatu disfungsi di sistem saraf pusat terutama di sistem saraf otonom dan jaras hipotalamus pituitary adrenal (HPA Axis). Kondisi ini telah diteliti oleh ilmuwan di Amerika Serikat dan memang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan secara umum.

Pengobatan dengan pendekatan psikoterapi dan penggunaan obat dengan dosis yang tepat dan dalam jangka waktu tertentu akan membantu pasien menghadapi keadaan gangguan Psikosomatiknya dan akhirnya dapat berfungsi secara baik kembali.

Jumat, 09 Januari 2009

Seminar Menopause

Dear All,

Mohon diberitahukan ke teman-teman atau Milis tetangga
Silahkan datang di acara Siang Klinik :

Hari dan Tanggal : Kamis 22 Januari 2009
Waktu : 12.00 - 15.00
Tempat : Auditorium RS Global Medika , Jl.M.H.Thamrin no.3 Cikokol, Kebon Nanas, Tangerang
Tema : Menopause
Pembicara : dr.Roy Sianturi,SpOG, dr.Tieneke,SpOG, dr.Andri,SpKJ
Sasaran peserta : Dokter Umum dan Dokter Spesialis

Acara ini gratis dan mendapatkan makan siang serta sertifikat 2 SKP IDI

Pendaftaran dapat menghubungi bagian Marketing RS Global Medika di telp (021) 55758888 atau email di marketing@rsgm.co.id

Sincerely,

dr.ANDRI,Sp.KJ
Consultation Liaison Psychiatrist
Division of Mental Health, Faculty of Medicine, Krida Wacana Christian University
Arjuna Utara no.6 West Jakarta, 11510, INDONESIA
Psychosomatic Clinic, Omni Intenational Hospital
Alam Sutera Boulevard Kav.25 Serpong, Tangerang, INDONESIA

Senin, 10 November 2008

Seminar Sex

Tanggal 23 November 2008 jam 10.00-selesai, saya bersama tim Sex Clinic Omni International Hospital akan berbicara hal-hal terkait di dalam Hubungan Seksual Pasangan Suami Istri. Sebagai seorang Psikiater saya mempunyai tugas untuk memberikan presentasi tentang Peranan Psikologis Dalam Fungsi Seksual Manusia.
Bila ada yang berminat datang, dapat menghubungi Vero Bagian Marketing di telp (021) 5312 5555 ext. 8568
Sampai bertemu di Seminar

Senin, 20 Oktober 2008

KONGRES NASIONAL SKIZOFRENIA KE-5 : CLOSING THE TREATMENT GAP FOR SCHIZOPHRENIA

Tanggal 24-26 Oktober 2008 bertempat di Lombok, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Seksi Skizofrenia akan mengadakan kembali Kongres Nasional Skizofrenia. Kongres dua tahunan yang diadakan kelima kalinya ini tahun ini mengambil tema “CLOSING THE TREATMENT GAP FOR SCHIZOPHRENIA”. Tema ini diambil tentunya bukan tanpa alasan. Sampai saat ini informasi tentang gangguan jiwa Skizofrenia masih sangat minim. Masyrakat juga mengenal gangguan jiwa ini sebagai gangguan yang berat, memalukan dan perlu dihindari pasien maupun keluarganya. Stigma “GILA” sudah begitu lekat dengan pasien skizofrenia dan keluarganya. Hal ini belum lagi ditambah dengan kondisi gangguan jiwa seperti Skizofrenia yang pada beberapa kondisi memerlukan penanganan yang menyeluruh. Sayangnya ada kalanya terdapat perbedaan pendapat dalam menatalaksana pasien gangguan jiwa berat seperti Skizofrenia sehingga terkadang menimbulkan “gap” dalam tatalaksana di praktek klinis sendiri.

Lebih Jauh Mengenai Skizofrenia
Pasien skizofrenia seringkali luput dari perhatian kita. Data demografik menyatakan terdapat sekitar 1% populasi dunia yang menderita gangguan jiwa jenis ini, suatu jumlah yang sangat besar dengan populasi manusia dunia saat ini. Hal ini karena berhubungan dengan beban masyarakat dan Negara yang ditanggung karena penyakit ini. Dalam masyarakat pasien skizofrenia sering dianggap sudah tidak punya perasaan lagi dan terkadang dianggap berbahaya. Padahal mereka juga pasien yang sangat membutuhkan perhatian dari dokter dan keluarga serta masyarakat. Seringkali pasien dengan gangguan skizofrenia menjadi bulan-bulanan masyarakat. Mereka lebih sering disebut masyarakat sebagai orang gila. Stigma yang begitu melekat pada pasien gangguan skizofrenia adalah mereka berbahaya. Padahal pasien gangguan skizofrenia yang mempunyai kecenderungan berperilaku kekerasan hanya sebagian kecil saja yaitu tidak lebih dari 1 (satu) persen, itupun biasanya terjadi pada kondisi akut. Bila dalam perawatan, pasien kebanyakan tenang dan dapat mengendalikan diri. Selain itu kekerasan yang dilakukan pasien merupakan suatu tanda dan gejala dari manifestasi penyakitnya.
Tidak seperti penyakit fisik yang mempunyai target organ yang bermanifestasi pada gejala dan tanda fisik yang terdapat pada pasien, gangguan skizofrenia seperti umumnya gangguan jiwa mempunyai manifestasi tanda dan gejalanya pada perasaan (affective), perilaku (behavior) dan pikiran (cognition). Bila dibagi dalam bagian besar maka gejala klinis pasien skizofrenia dapat dibagi menjadi gejala negatif (menghindari pergaulan sosial, berdiam diri, afek yang tumpul sampai datar, tidak ada semangat untuk beraktivitas) serta gejala positif (gaduh gelisah, waham, halusinasi, bicara kacau). Maka tak heran jika orang lain melihat kalau pasien skizofrenia seringkali berperilaku dan mempunyai pikiran aneh. Hal itu sebenarnya merupakan manifestasi dari penyakitnya sendiri.
Banyak pasien skizofrenia yang dapat kembali menjalani kehidupan normal. Mereka mampu menyelesaikan pendidikannya dan dapat bekerja seperti kebanyakan orang. Sampai saat ini gangguan skizofrenia tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa ahli mengatakan adanya suatu hubungan antara sistem dopaminergik di otak dengan penyakit skizofrenia ini. Hipotesis tentang sistem dopamin ini mengatakan terdapat aktivitas yang berlebihan dari sistem ini. Jaras yang dianggap paling berperan terhadap timbulnya gejala terutama waham dan halusinasi adalah jaras mesolimbik, sehingga sampai saat ini pengobatan oleh obat-obat antipsikotik bertujuan untuk menurunkan aktivitas dari sistem yang terlibat ini. Belakangan penelitian juga mengungkapkan adanya peranan dari sistem lain seperti sistem serotonergik.

Bagaimana mengenali tanda-tanda skizofrenia?
Penyakit ini mempunyai beberapa tanda dan gejala, yang paling sering antara lain adalah Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan latar belakang sosial budaya serta pendidikan pasien, namun dipertahankan oleh pasien dan tidak dapat ditangguhkan. Beberapa pasien skizofrenia mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau beberapa orang yang berniat jahat terhadap pasien. Ada pula pasien yang yakin bahwa ia adalah orang yang istimewa, seperti raja atau nabi dan mempunyai kekuatan yang istimewa juga.
Halusinasi ; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat melihat sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya. Halusinasi yang sering terdapat pada pasien adalah halusinasi auditorik (pendengaran). Terkadang juga terdapat halusinasi penglihatan dan halusinasi perabaan.
Siar pikiran yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan melalui alat-alat bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang lain. Terkadang pasien dapat mengatakan bahwa dirinya dapat berbincang-bincang dengan penyiar televisi maupun radio. Beberapa pasien juga mengatakan pikirannya dimasuki oleh pikiran atau kekuatan lain atau ditarik/diambil oleh kekuatan lain
Selain gejala di atas yang merupakan gangguan terhadap isi pikiran dan persepsi pasien, manifestasi gangguan skizofrenia juga terdapat pada proses pikirnya. Pada beberapa pasien terutama yang akut atau jenis skizofrenia hebefrenik terdapat proses pikir yang sangat kacau atau terdapat asosiasi longgar. Orang awam lebih sering menyebut sebagai pembicaraan yang ngaco atau ngawur. Seringkali terdapat ketidakserasian antara isi pikiran dengan mood yang dapat kita lihat dari ekspresi pasien saat bercerita tentang keadaan dirinya. Perilaku gaduh gelisah pada pasien skizofrenia biasanya merupakan reaksi terhadap waham (biasanya waham paranoid) dan halusinasi auditorik yang bersifat memerintah

Apa yang harus dilakukan ?
Penatalaksanaan gangguan jiwa secara umum dilihat dengan memakai pendekatan Biopsikososial yang artinya bahwa gangguan jiwa tidak hanya melibatkan satu faktor saja namun ketiga faktor yaitu biologi (genetik), psikologi dan sosial . Penelitian mengungkapkan adanya faktor genetik yang berperan terjadinya penyakit ini. Dalam wawancara selalu ditanyakan adanya riwayat keluarga yang mempunyai gangguan jiwa. Selain itu telah diketahui dari penelitian bahwa skizofrenia mempunyai dasar kelainan biologi yang kuat. Dalam hal ini adalah adanya hiperaktivitas dari sistem dopamin di dalam otak. Sehingga pengobatan sangat diperlukan bagi penderita skizofrenia. Harus diperhatikan dalam pemakaian obat-obatan antipsikotik, bahwa untuk episode pertama maka diharapkan pasien dapat makan obat tanpa putus selama kurang lebih 1 tahun. Nantinya akan dilihat perkembangan oleh psikiater yang merawat apakah perlu dilanjutkan atau dihentikan. Bila dilanjutkan maka biasanya hanya dalam dosis pemeliharaan yang biasanya lebih kecil daripada dosis awal. Bila pasien sudah mengalami beberapa episode bahkan mempunyai kecenderungan berulang kali kambuh dalam jangka waktu yang pendek (biasanya ditetapkan 1 tahun) maka biasanya obat yang diberikan akan bertahan sekitar 3-5 tahun atau seumur hidup.
Ketakutan dari keluarga adalah pasien akan mengalami ketergantungan obat. Hal ini salah karena penyakit skizofrenia haruslah dianggap seperti layaknya penyakit lain seperti jantung dan hipertensi yang juga membutuhkan pengobatan seumur hidup. Konsep ketergantungan sendiri sering disalahartikan pasien sebagai layaknya ketergantungan terhadap narkoba. Sehingga beberapa pasien memutuskan untuk berhenti berobat dan akhirnya terkadang kambuh kembali dengan keadaan yang lebih berat daripada saat awal penyakit ini. Padahal biasanya dalam pengobatan akan terjadi penurunan dosis sampai dosis minimal yang dapat menghilangkan gejala skizofrenia itu sendiri.
Selain dengan psikofarmaka, pengobatan skizofrenia juga melibatkan semua pihak dari keluarga. Hal ini untuk mencegah keberulangan penyakit yang sering. Beberapa kepustakaan mengatakan bahwa ekspresi emosi (disingkat EE) keluarga sangat berperan dalam keberulangan penyakit skizofrenia. Ekspresi emosi adalah segala tindakan yang dianggap dapat menyudutkan pasien dan menjadikan suatu tekanan yang dapat memicu keberulangan penyakit ini. Contohnya adalah harapan atau tuntutan yang terlalu besar terhadap pasien, sikap menyalahkan, membatasi pergaulan pasien karena merasa malu, atau memperlakukan pasien seenaknya karena dianggap sudah tidak punya perasaan. Terapi okupasi membantu pasien untuk dapat mengisi hari-harinya dengan aktivitas yang berguna dan kalau mungkin menghasilkan. Gejala negatif yang seringkali muncul sesudah masa akut terlewati dapat dibantu dengan terapi jenis ini. Keluarga juga diharapkan aktif dalam melibatkan pasien sebanyak mungkin dalam aktivitas keluarga.
Dengan penatalaksanaan yang tepat maka pasien skizofrenia dapat hidup secara normal seperti pasien-pasien lainnya. Banyak di antara mereka yang dapat berhasil menyelesaikan pendidikan dan dapat bekerja pada orang lain atau berwiraswasta. Beberapa di antaranya dapat menikah dan mempunyai keluarga. Tanggalkanlah stigma yang mengerikan dari mereka. Jangan anggap mereka berbahaya dan mengancam kelangsungan hidup orang di sekeliling mereka. Sebenarnya merekapun sama seperti manusia lain. Kita semua dapat mulai belajar melepaskan sedikit-demi sedikit stigma tersebut dengan mengawali tidak menyebut mereka dengan istilah ORANG GILA.

Kamis, 14 Agustus 2008

Siaran Radio di SONORA

On Air di Radio SONORA 92.0 FM
Topik : PSIKOSOMATIK
Hari/Tanggal : Kamis/21 Agustus 2008
Jam : 09.00 - 10.00

Jumat, 01 Agustus 2008

Fakultas Kedokteran Masih Jadi PIlihan

Dini hari tadi diumumkan hasil SNMPTN alias Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Ternyata peminat Fakultas Kedokteran masih menempati tempat teratas dibandingkan dengan ilmu studi lain. Bidang lain yang diminati selain Kedokteran adalah Teknik Informatika, Farmasi dan Desain Grafis.Tentunya sangat menarik melihat hal ini, di tengah-tengah besarnya biaya pendidikan kedokteran yang semakin tinggi karena tuntutan fasilitas, fakultas kedokteran masih menjadi favorit calon mahasiswa negeri.Saya menjadi ingat akan diri saya sendiri beberapa tahun yang lalu. Di masa akhir sekolah menengah atas saya baru menentukan pilihan saya untuk menjadi seorang dokter. Itupun kalau saya diterima di Fakultas Negeri karena keuangan yang tidak memungkinkan bila harus masuk swasta. Saya berpikiran saat itu lebih baik tidak menjadi dokter bila harus kuliah di Swasta yang uang masuknya saja berpuluh juta. Untuk itu pilihan saya jatuh ke Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro. Beruntung sekali saya dapat diterima di FKUI sehingga mimpi menjadi dokter rasanya akan menjadi kenyataan.Saya masih merasakan murahnya pendidikan dokter, walaupun memnag bila dibandingkan dengan beberap tahun sebelum saya, masih lebih mahal biaya yang ditanggung angkatan saya saat itu (1997). Tapi saya tidak mengeluarkan uang sampai lima juta untuk masuk FKUI saat itu. Lepas pendidikan dokter umum membuat saya berpikir untuk segera meneruskan pendidikan Spesialis di FKUI juga dan mengambil bidang Kedokteran Jiwa. Saat itu saya berpikir menjadi dokter umum itu tidaklah keren dan kurang gengsinya dibandingkan dengan dokter spesialis.
Dokter Pasti Kaya?
Rasanya pendapat di atas sering ditunjukkan kepada dokter. Selain memiliki posisi terhormat di masyarakat terutama di daerah-daerah yang masih kurang dokternya, profesi ini juga menjamin orang yang menggelutinya tidak akan kekurangan bila mau berusaha. Sama sepertinya kiat ini buat semua jurusan, tapi independensi seorang dokter membuat dia lebih tidak tergantung orang lain untuk mendapatkan nafkah. Guru saya pernah berkata, sebenarnya menjadi dokter itu tidak akan pernah bisa terlalu kaya bila mengikuti aturan yang berlaku. Sebab menurut beliau kalau dokter kaya itu biasanya akan dikompensasikan dengan banyaknya waktu yang harus dialokasikan untuk praktek saja. Kenyataannya memang banyak dokter-dokter senior yang bisa praktek sampai dini hari karena tidak mampu menolak pasien. Ini sangat berbeda dengan beberapa negara tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura yang membatasi jumlah pasien yang bisa ditangani oleh seorang dokter. Hal inilah yang sering dikeluhkan pasien kalau dokter Indonesia kurang komunikatif karena selalu terburu-buru. Tentu saja akan terburu-buru karena kalau tidak pasien akan tidak terlayani dan si dokter tidak bisa tidur. Tapi untuk mencapai hal tersebut sebenarnya dokter akan merintis dari bawah bukan berlangsung tiba-tiba. Jadi kalau baru saja lulus jangan harapkan langsung mendapatkan uang yang banyak.
Masih Pekerjaaan Mulia
Semua orang mengakui bahwa menjadi dokter adalah suatu pekerjaan mulia. Bahkan pakar Marketing seperti Hermawan Kartajaya pun berpendapat demikian. Ini dikarenakan karena pekerjaannya berhubungan dengan sesuatu yang sangat berharga bagi manusia yaitu Kesehatan. Tanpa kesehatan sekaya apapun orang itu tidak akan berguna. Tapi tentunya menjadi dokter yang mulia tidaklah gampang, harus ada suatu komitmen terus menerus yang tidak kenal henti dari si dokter. Berhubungan dengan begitu banyak pasien tentunya tidak akan selalu memberikan hasil yang diharapkan pasien. Namun si dokter harus terus berusaha meningkatkan kemampuannya dalam mengobati pasien yang datang kepadanyaSaya berharap calon-calon teman sejawat yang akan menempuh pendidikan dokter dapat terus memaknai nilai-nilai yang terkandung dalam profesi mulia ini. Jangan hanya berpikir untuk menjadi kaya bila ingin menjadi dokter karena kalian akan kecewa. Jangan pula berpikir untuk segera "Balik Modal" sesaat setelah menjadi dokter nanti karena ini akan menjebak anda dalam praktek kedokteran yang tidak etis. Semoga niat baik kita semua yang ingin menjadi Dokter selalu terpelihara sepanjang masa